Jakarta, incaschool.sch.id – Tepat pukul 06.30 pagi, halaman sekolah itu sudah ramai. Bukan oleh siswa yang bersiap masuk kelas, tapi oleh gerakan kecil: ada yang menyiram tanaman, ada yang memungut sampah, ada pula yang sedang membuat kompos dari sisa makanan kantin.
Ini bukan sekolah biasa. Ini adalah Sekolah Rakyat. Dan pagi itu bukan aksi sekali waktu—melainkan rutinitas yang tumbuh dari budaya.
Sebagai pembawa berita yang gemar mengeksplorasi sisi edukatif dari isu lingkungan, saya tergerak untuk mengulik lebih dalam soal apa itu Sekolah Rakyat, bagaimana prosesnya, dan kenapa gerakan ini penting sekali di tengah darurat iklim yang kita alami sekarang.
Di artikel ini, saya akan mengajak kamu menyelami dunia Adiwiyata—dari definisi hingga contoh inspiratif—dengan gaya bercerita yang dekat, namun tetap tajam dan penuh insight.
Apa Itu Sekolah Rakyat? Mengenal Filosofi di Baliknya
Secara resmi, Sekolah Rakyat adalah program dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang bertujuan untuk mendorong terciptanya pengetahuan dan kesadaran warga sekolah dalam pelestarian lingkungan hidup.
Kata “Adiwiyata” berasal dari bahasa Sansekerta:
“Adi” berarti besar, luhur, agung
“Wiyata” berarti tempat di mana seseorang mendapatkan ilmu pengetahuan dan norma
Jadi secara harfiah, Sekolah Rakyat bisa dimaknai sebagai tempat pendidikan yang luhur dan agung dalam membentuk karakter peduli dan berbudaya lingkungan.
Tapi, ini bukan sekadar label atau lomba tahunan. Sekolah yang benar-benar menghayati nilai Adiwiyata membentuk seluruh aktivitas sekolah—baik formal maupun informal—dalam semangat pelestarian lingkungan.
Empat Pilar Sekolah Rakyat:
-
Kebijakan berwawasan lingkungan
Contoh: larangan penggunaan plastik sekali pakai di kantin, kebijakan jam bersih-bersih rutin. -
Pelaksanaan kurikulum berbasis lingkungan
Mata pelajaran menyisipkan konten lingkungan hidup, seperti pengelolaan sampah atau konservasi air. -
Kegiatan berbasis partisipatif
Siswa, guru, bahkan orang tua dilibatkan dalam kegiatan seperti bank sampah, taman sekolah, atau daur ulang. -
Pengelolaan sarana pendukung ramah lingkungan
Penggunaan energi efisien, toilet hemat air, kebun sekolah organik, dan pengolahan limbah cair.
Anekdot Inspiratif: Sekolah Kecil di Flores yang Bertransformasi Lewat Adiwiyata
Namanya SMP Negeri 2 Ende. Terletak di NTT, sekolah ini awalnya dikenal biasa saja. Tapi lima tahun lalu, kepala sekolahnya—Bu Citra—memutuskan ikut Program Sekolah Rakyat.
Bersama guru dan siswa, mereka mulai pelan-pelan: menanam bunga di sepanjang pagar, membersihkan selokan tiap minggu, dan mengolah sisa makanan menjadi pupuk.
Yang menarik, perubahan ini tidak datang dari luar. Semuanya dimulai dari kesadaran kolektif di dalam sekolah. Bahkan mereka sampai membuat sistem “koin kebersihan”—murid yang tertangkap membuang sampah sembarangan harus menyumbang koin, yang nantinya digunakan beli bibit tanaman.
Tahun ketiga, sekolah ini lolos sebagai Sekolah Rakyat Provinsi, dan pada 2022 lalu berhasil menyabet status Adiwiyata Nasional. Hebatnya, bukan karena gedung mewah atau peralatan canggih, tapi karena budaya lingkungan yang hidup—yang terasa bahkan sejak kamu menginjakkan kaki pertama kali di gerbang sekolah.
Manfaat Sekolah Rakyat: Bukan Cuma Sertifikat, Tapi Efek Nyata
Kritik yang kadang muncul adalah: “Ah, Adiwiyata cuma buat dapet penghargaan.” Tapi kenyataan di lapangan membuktikan bahwa proses menjadi Sekolah Rakyat membawa banyak efek positif, baik jangka pendek maupun panjang.
A. Bagi Siswa:
-
Tumbuh karakter peduli lingkungan sejak dini.
-
Terlibat aktif dalam aksi nyata seperti daur ulang, menanam, dan edukasi lingkungan.
-
Belajar nilai kolaborasi, tanggung jawab, dan kreatif memecahkan masalah.
B. Bagi Guru:
-
Menjadi lebih kreatif menyisipkan materi lingkungan dalam pelajaran.
-
Lebih terlibat dalam pembentukan karakter, bukan hanya capaian akademik.
-
Menjalin sinergi lintas pelajaran (interdisipliner).
C. Bagi Sekolah:
-
Lingkungan lebih sehat, asri, dan nyaman.
-
Citra positif di masyarakat meningkat.
-
Peluang kerjasama dengan instansi atau NGO lingkungan lebih besar.
D. Bagi Lingkungan Sekitar:
-
Sekolah menjadi pusat edukasi lingkungan lokal.
-
Menular ke masyarakat, orang tua, dan kampung sekitar lewat kegiatan bersama.
-
Mendorong terbentuknya komunitas peduli lingkungan berbasis sekolah.
Tantangan Menjadi Sekolah Rakyat: Tidak Selalu Mudah, Tapi Layak Diperjuangkan
Tidak semua sekolah bisa langsung menjalani transformasi ini dengan mudah. Ada banyak tantangan yang kerap muncul di lapangan:
1. Kurangnya Pemahaman Awal
Banyak sekolah salah kaprah mengira Adiwiyata hanya soal “menanam pohon” atau “ikut lomba kebersihan”. Padahal ini adalah proses perubahan budaya sekolah.
2. Minimnya Sumber Daya
Beberapa sekolah—terutama di daerah—tidak punya cukup dana untuk membeli fasilitas ramah lingkungan. Tapi kreativitas bisa jadi solusi. Banyak Sekolah Rakyat sukses dengan modal kecil asal punya semangat kolaborasi.
3. Tidak Konsisten
Kadang hanya semangat di awal, lalu hilang setelah lomba selesai. Sekolah Rakyat yang berhasil biasanya memiliki komite atau tim lingkungan internal yang bekerja secara berkelanjutan.
4. Kurangnya Dukungan Orang Tua
Ada juga kasus di mana siswa aktif menjaga kebersihan di sekolah, tapi lingkungan rumah tidak mendukung. Perlu pendekatan komunitas agar gerakan ini menyatu dalam kehidupan sehari-hari.
Panduan Menjadi Sekolah Rakyat: Langkah Nyata untuk Memulai
Kamu guru atau kepala sekolah dan ingin mendorong sekolahmu jadi bagian dari gerakan Adiwiyata? Ini panduan singkat tapi aplikatif berdasarkan regulasi dari KLHK dan kisah nyata sekolah yang sudah berhasil.
1: Persiapan Internal
-
Bentuk Tim Adiwiyata Sekolah: guru, OSIS, penjaga sekolah, bahkan orang tua.
-
Sosialisasikan visi misi lingkungan kepada seluruh warga sekolah.
-
Buat Kebijakan Sekolah Ramah Lingkungan secara tertulis.
2: Integrasi Kurikulum
-
Sisipkan tema lingkungan dalam pelajaran. Misal di Matematika bahas statistik pencemaran, di Bahasa Indonesia buat esai soal sampah.
-
Adakan proyek lintas mata pelajaran yang berbasis lingkungan.
3: Aksi dan Infrastruktur
-
Mulai dengan gerakan 3R (reduce, reuse, recycle).
-
Buat kompos dari sisa kantin.
-
Tanam pohon produktif: cabai, jeruk, kangkung.
-
Buat spot edukasi seperti taman herbal, lubang biopori, atau kolam ikan organik.
4: Dokumentasi dan Evaluasi
-
Semua kegiatan harus didokumentasikan: foto, laporan, dan evaluasi berkala.
-
Siapkan portofolio digital atau fisik.
-
Ikuti seleksi Adiwiyata tingkat kabupaten, provinsi, dan nasional jika sudah siap.
Yang paling penting: lakukan semua ini bukan demi piala, tapi demi karakter. Karakter cinta lingkungan yang akan dibawa anak-anak sampai mereka dewasa nanti.
Penutup: Sekolah Rakyat adalah Harapan, Bukan Tren
Di tengah isu perubahan iklim yang makin mendesak, Sekolah Rakyat adalah harapan nyata dari ruang pendidikan. Ia bukan hanya program, tapi gerakan akar rumput yang menumbuhkan generasi baru—yang tidak hanya pintar secara akademik, tapi juga bijak terhadap bumi.
Karena kita tak hanya mencetak lulusan. Kita sedang mencetak manusia. Dan manusia terbaik, adalah yang mampu menjaga rumahnya—planet yang kita sebut bumi—dengan rasa cinta.
Jadi, kalau kamu siswa, guru, orang tua, atau siapa pun yang peduli: mulailah dari hal kecil. Dari satu tanaman. Satu aksi bersih-bersih. Satu sesi belajar tentang daur ulang.
Dari situlah Sekolah Rakyat lahir—dan masa depan yang lebih hijau bisa dimulai.
Baca Juga Artikel dari: Hak Pendidikan Anak: Kunci Masa Depan yang Lebih Cerah
Baca Juga Konten dengan Artikel Terkait Tentang: Pengetahuan