Jakarta, incaschool.sch.id – Pada suatu pagi di hari Sabtu, halaman sebuah sekolah dasar di pinggiran kota mulai ramai. Namun kali ini bukan anak-anak yang berlarian, melainkan para orang tua—ibu-ibu dengan daster rapi dan ayah-ayah berkaos polo. Mereka datang bukan untuk rapat wali murid biasa, melainkan menghadiri kajian wali murid bulanan yang diadakan sekolah.
Acara itu dibuka dengan tausiyah ringan, lalu dilanjutkan dengan diskusi tentang pola asuh digital, serta bagaimana orang tua bisa mendukung program belajar di rumah. Antusiasme para wali murid luar biasa. Ada yang bertanya soal manajemen waktu anak, ada pula yang curhat tentang kebiasaan anak remaja main game hingga larut malam.
Fenomena seperti ini kian marak belakangan. Di tengah derasnya perubahan zaman, sekolah tidak lagi bisa berjalan sendiri dalam membina anak. Maka hadirlah kajian wali murid—sebuah forum informal yang menjembatani peran sekolah dan orang tua dalam membentuk karakter dan kecerdasan anak.
Kajian Wali Murid Bukan Sekadar Ceramah
Berbeda dengan rapat rutin atau parenting seminar formal, kajian wali murid lebih bersifat personal dan reflektif. Topiknya bisa beragam: mulai dari pendidikan karakter, manajemen gadget anak, pentingnya sarapan, hingga hubungan emosional antara ayah dan anak.
Lebih dari itu, forum ini menjadi ruang aman bagi orang tua untuk bertanya, berdiskusi, bahkan “curhat” soal tantangan mendidik anak di rumah. Dan percaya atau tidak, banyak guru yang justru memahami latar belakang murid lebih dalam lewat forum seperti ini.
Manfaat Kajian Wali Murid Bagi Sekolah dan Keluarga
Membahas kajian wali murid tidak bisa lepas dari urgensi membangun kolaborasi pendidikan. Di era modern ini, pendidikan anak tak bisa hanya dibebankan ke sekolah, begitu pula tak cukup jika hanya dilakukan di rumah. Keduanya harus saling bersinergi.
1. Meningkatkan Pemahaman Orang Tua soal Dunia Anak
Anak zaman sekarang hidup di dunia yang jauh berbeda dari orang tua mereka. Algoritma media sosial, tekanan akademik, hingga standar kecantikan TikTok adalah hal-hal yang dulu tak pernah ada. Kajian wali murid membuka ruang bagi orang tua untuk memahami “dunia baru” ini dengan cara yang lebih bijak.
Misalnya, dalam kajian bertema “Anak dan Kesehatan Mental”, seorang konselor sekolah menjelaskan tentang toxic positivity dan pentingnya validasi emosi anak. Banyak orang tua yang terkejut. “Ternyata selama ini saya terlalu sering bilang ‘yang sabar ya, gak usah sedih’ ke anak saya. Padahal itu justru bikin dia memendam,” kata salah satu ibu.
2. Membangun Hubungan Lebih Dekat antara Wali Murid dan Sekolah
Hubungan antara sekolah dan orang tua seringkali terbatas pada laporan nilai atau undangan pertemuan formal. Kajian wali murid memperluas jembatan ini menjadi hubungan dua arah yang saling menguatkan.
Guru tidak lagi sekadar pengajar di kelas, tapi menjadi partner bagi orang tua dalam mengembangkan karakter anak. Sebaliknya, orang tua pun tak hanya jadi “penonton” proses pendidikan, tapi aktif berkontribusi.
3. Ruang Bertumbuh Bagi Orang Tua
Dalam banyak kasus, orang tua juga membutuhkan edukasi. Baik tentang psikologi perkembangan anak, komunikasi efektif, maupun cara mendidik dengan kasih sayang tanpa kehilangan wibawa.
Kajian wali murid seringkali menjadi “kursus singkat” yang membangkitkan kesadaran kolektif bahwa mendidik anak butuh ilmu dan proses. Tak jarang, peserta kajian membawa pulang semangat baru untuk mencoba pendekatan yang lebih sehat kepada anak mereka.
Format dan Model Kajian Wali Murid yang Efektif
Satu hal yang menarik dari kajian wali murid adalah fleksibilitasnya. Tidak ada format tunggal yang harus diikuti. Bahkan, banyak sekolah yang justru berhasil karena mengadaptasi bentuknya sesuai budaya dan kebutuhan komunitas masing-masing.
1. Kajian dengan Pendekatan Religius
Di beberapa sekolah berbasis agama, kajian ini biasanya diisi oleh ustadz, pendeta, atau pemuka agama yang membawakan materi keislaman atau nilai moral dalam konteks pendidikan anak. Biasanya dikombinasikan dengan sesi tanya jawab atau diskusi kelompok.
Contoh: Kajian bertema “Menanamkan Akhlak Lewat Keteladanan Orang Tua” yang mengajak wali murid merenungkan seberapa konsisten mereka memberi contoh baik di rumah.
2. Kajian Berbasis Psikologi dan Pendidikan
Ada juga kajian yang lebih akademis, dengan menghadirkan pakar psikologi, guru besar pendidikan, atau konselor. Tema-tema seperti komunikasi empatik, penanganan tantrum, atau teknik belajar efektif sering jadi bahasan utama.
3. Kajian Berkonsep Interaktif
Tak semua harus bersifat satu arah. Beberapa sekolah mencoba model workshop, role play, bahkan simulasi kasus. Dalam satu sesi menarik, peserta dibagi menjadi dua: satu peran sebagai anak, satu sebagai orang tua. Lalu mereka diminta memerankan adegan konflik kecil. Hasilnya? Banyak orang tua yang mengaku jadi lebih sadar betapa susahnya jadi anak di zaman sekarang.
4. Kajian Hybrid dan Online
Di era pascapandemi, banyak kajian wali murid dilakukan secara daring. Ini memudahkan partisipasi orang tua yang sibuk bekerja. Beberapa sekolah bahkan rutin mengunggah rekaman kajian ke YouTube internal sekolah.
Formatnya boleh fleksibel, tapi prinsip utamanya tetap: membuka ruang belajar dan berbagi secara setara antara guru dan orang tua.
Tantangan dalam Pelaksanaan Kajian Wali Murid
Meski manfaatnya besar, bukan berarti kajian wali murid bisa berjalan mulus tanpa hambatan. Di lapangan, sejumlah tantangan kerap muncul dan perlu dikelola secara bijak.
1. Antusiasme yang Fluktuatif
Tidak semua wali murid punya waktu atau minat untuk hadir dalam forum seperti ini. Terutama di sekolah negeri dengan latar belakang ekonomi beragam, menghadirkan seluruh orang tua dalam satu sesi kajian bisa jadi tantangan besar.
Beberapa orang tua mengaku bingung memilih antara datang ke kajian atau tetap bekerja harian. Dalam kasus lain, ada juga yang merasa forum seperti ini tidak relevan.
Solusinya? Sekolah perlu kreatif mengemas acara agar terasa bermakna. Hadiah sederhana, doorprize, atau kehadiran narasumber yang inspiratif bisa jadi daya tarik tersendiri.
2. Stigma dan Rasa Takut Diadili
Sebagian orang tua ragu datang karena takut dihakimi—baik oleh guru maupun sesama orang tua. Mereka khawatir dianggap orang tua “gagal” hanya karena anaknya bermasalah.
Penting bagi sekolah menciptakan atmosfer inklusif dan nonjudgmental. Moderator atau fasilitator juga harus dilatih agar bisa menanggapi curhatan wali murid dengan empati, bukan menggurui.
3. Keterbatasan Fasilitator
Tidak semua sekolah punya sumber daya manusia yang cukup kompeten untuk menyusun kajian berkualitas. Kadang materi kurang mendalam, atau pembicara tidak nyambung dengan realita peserta.
Dalam hal ini, kolaborasi antar sekolah atau dengan pihak eksternal (konselor, psikolog, komunitas parenting) bisa menjadi solusi efektif.
Menata Masa Depan Pendidikan Lewat Sinergi Sekolah dan Keluarga
Di tengah krisis karakter dan tantangan global, pendidikan formal tak bisa berdiri sendiri. Anak-anak tak hanya butuh guru yang mengajarkan angka dan huruf, tapi juga lingkungan rumah yang mendukung nilai-nilai positif.
Kajian wali murid hadir sebagai jembatan itu. Ia bukan sekadar program tambahan, melainkan bagian penting dari upaya membangun ekosistem pendidikan yang holistik.
Langkah-Langkah Strategis yang Bisa Ditempuh Sekolah:
-
Membuat kalender kajian tahunan, lengkap dengan tema dan narasumber yang disesuaikan kebutuhan komunitas.
-
Membangun komunikasi aktif dengan wali murid melalui grup WhatsApp, newsletter, atau aplikasi sekolah.
-
Melibatkan wali murid sebagai narasumber atau moderator agar tercipta rasa kepemilikan terhadap program.
-
Mengukur dampak kajian, misalnya melalui survei atau pengamatan perubahan perilaku anak setelah sesi tertentu.
Di sisi lain, orang tua juga perlu menyadari bahwa pendidikan anak bukan tugas sekolah semata. Mereka harus bersedia hadir—secara fisik maupun emosional—dalam kehidupan anak-anaknya. Dan kajian wali murid bisa menjadi awal dari proses itu.
Penutup
Kajian wali murid bukanlah tren sesaat, melainkan refleksi dari kesadaran bahwa pendidikan anak harus melibatkan banyak pihak. Di forum sederhana yang dipenuhi tawa, pertanyaan polos, hingga air mata haru itu—karakter anak dibentuk, keluarga dikuatkan, dan sekolah menemukan jiwanya kembali.
Dan bagi siapa pun yang pernah merasakan peran sebagai guru, orang tua, atau pendidik, kita tahu: anak-anak tak hanya belajar dari buku, tapi juga dari ekosistem nilai yang mengelilinginya. Kajian wali murid adalah salah satu cara menjaga ekosistem itu tetap sehat.
Baca Juga Konten Dengan Artikel Terkait Tentang: Pengetahuan
Baca Juga Artikel Dari: Pameran Seni Ajang Kreativitas Siswa yang Menginspirasi