Jakarta, incaschool.sch.id – Di tengah jam pelajaran IPA kelas 7 di sebuah SMP negeri di Yogyakarta, seorang guru bertanya santai, “Anak-anak, siapa yang tahu fungsi vitamin D?”
Beberapa murid saling pandang. Ada yang menjawab, “Untuk tulang, Bu.” Ada juga yang menjawab dengan percaya diri, “Biar nggak gampang sakit.” Jawaban-jawaban ini benar, meski masih dangkal.
Sayangnya, pelajaran tentang vitamin sering kali hanya sepintas lalu. Padahal, pengetahuan vitamin adalah bekal penting untuk hidup sehat, terutama bagi anak sekolah yang sedang berada dalam fase pertumbuhan cepat, fisik dan mental.
Pengetahuan tentang vitamin seharusnya tidak berhenti di papan tulis. Harusnya ia dibawa pulang ke rumah, menjadi kebiasaan saat sarapan, bekal makan siang, atau bahkan saat memilih jajan di kantin.
Vitamin bukan sekadar kandungan pada botol suplemen yang dijual di iklan TV. Mereka adalah molekul vital yang membantu ribuan reaksi kimia dalam tubuh. Dari menjaga sistem imun, mempercepat pemulihan luka, hingga mengoptimalkan fungsi otak. Dan di usia sekolah, semua itu krusial.
Bayangkan siswa yang kekurangan vitamin A. Penglihatannya bisa terganggu, fokus saat belajar pun menurun. Atau mereka yang kekurangan vitamin B, yang berisiko mengalami kelelahan kronis dan sulit konsentrasi. Ini bukan teori kosong. Banyak studi kesehatan membuktikan bahwa defisiensi vitamin berkaitan langsung dengan penurunan performa belajar siswa.
Ironisnya, di tengah gempuran makanan instan dan jajan manis, kebutuhan vitamin justru makin diabaikan.
Jenis-Jenis Vitamin dan Fungsinya yang Perlu Dipahami Siswa

Setiap vitamin punya karakter unik. Mereka tidak bisa digeneralisasi seperti pelajaran satu arah. Ada vitamin yang larut dalam air, seperti vitamin C dan B kompleks, dan ada juga yang larut dalam lemak, seperti vitamin A, D, E, dan K. Pemahaman ini perlu disampaikan ke siswa dengan cara yang relatable.
Misalnya, guru bisa berkata, “Kalau kalian suka makan buah jeruk atau jambu, itu bagus karena tinggi vitamin C. Tapi jangan lupa, vitamin C itu nggak bisa disimpan lama di tubuh, jadi harus sering dikonsumsi.”
Berikut beberapa vitamin penting dan fungsinya:
-
Vitamin A: Mendukung kesehatan mata, kulit, dan sistem kekebalan tubuh. Sumber: wortel, bayam, ubi, hati ayam.
-
Vitamin B1 hingga B12: Kompleks vitamin B membantu produksi energi dan fungsi otak. Sumbernya beragam, mulai dari telur, susu, hingga kacang-kacangan.
-
Vitamin C: Antioksidan kuat yang memperkuat imun tubuh dan mempercepat penyembuhan luka. Banyak ditemukan di buah-buahan seperti jeruk, kiwi, dan stroberi.
-
Vitamin D: Bekerja sama dengan kalsium untuk menjaga kesehatan tulang. Uniknya, tubuh bisa membuat vitamin D dari sinar matahari pagi.
-
Vitamin E: Berperan dalam menjaga kesehatan kulit dan melindungi sel-sel tubuh dari kerusakan.
-
Vitamin K: Vital dalam proses pembekuan darah. Bayam dan brokoli jadi sumber yang baik.
Anehnya, meski daftar itu terlihat sederhana, masih banyak anak sekolah yang belum tahu bahwa jajan gorengan atau makanan tinggi gula bisa menghambat penyerapan vitamin tertentu. Misalnya, makanan tinggi gula bisa menguras vitamin B1 lebih cepat.
Penting juga disampaikan bahwa mengonsumsi vitamin bukan soal semakin banyak semakin sehat. Ada bahaya overdosis vitamin jika dikonsumsi berlebihan, terutama vitamin yang larut dalam lemak.
Anekdot Sehari-hari Tentang Kurangnya Pengetahuan Vitamin
Dina, siswi kelas 6 SD, sering merasa pusing dan cepat lelah saat pelajaran olahraga. Awalnya, guru mengira dia hanya kurang tidur. Tapi setelah disarankan ke puskesmas, diketahui bahwa Dina kekurangan vitamin B12 dan zat besi.
Cerita ini nyata. Banyak kasus seperti Dina, di mana gejala fisik ringan dianggap sepele, padahal berakar dari kekurangan mikronutrien penting. Sayangnya, jarang ada guru atau orang tua yang mengaitkan keluhan kesehatan siswa dengan nutrisi.
Hal lain yang sering terjadi adalah kekeliruan dalam memahami fungsi vitamin. Di salah satu survei kecil yang dilakukan di sekolah swasta di Jakarta Selatan, hampir 40% siswa mengira vitamin D hanya bisa didapat dari susu. Mereka tidak tahu bahwa berjemur di pagi hari selama 10–15 menit sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan harian vitamin D.
Ketidaktahuan ini tentu bukan sepenuhnya salah siswa. Materi tentang vitamin sering kali terlalu teoritis, kurang dikaitkan dengan praktik harian. Padahal, siswa sangat mungkin memahami dan menerapkan jika pendekatannya lebih kontekstual.
Bayangkan jika tiap sekolah memiliki kebun mini. Di situ siswa menanam sayuran yang kaya vitamin. Mereka belajar sambil memetik, bukan sekadar membaca. Mungkin saat itulah, vitamin tak lagi jadi istilah asing.
Integrasi Pengetahuan Vitamin dalam Kurikulum dan Aktivitas Sekolah
Kurikulum Merdeka memberi peluang luas bagi guru untuk mengintegrasikan pengetahuan vitamin ke dalam berbagai aktivitas belajar. Namun, tanpa kreativitas dari pihak sekolah, peluang ini bisa lewat begitu saja.
Di sebuah SMP di Semarang, guru IPA mengajak siswanya membuat “Jurnal Vitamin Harian.” Setiap murid diminta mencatat apa saja yang mereka makan, dan mencoba mengidentifikasi kandungan vitaminnya. “Awalnya mereka bingung,” kata sang guru, “tapi lama-lama mereka jadi lebih sadar, bahkan mulai cerewet soal makanan di rumah.”
Contoh seperti ini membuktikan bahwa pendidikan gizi tidak harus selalu dari dinas kesehatan. Sekolah bisa mengambil peran aktif dalam membentuk kesadaran nutrisi, terutama soal vitamin.
Lebih jauh lagi, sekolah bisa bekerja sama dengan UKS, kantin, dan koperasi sekolah untuk memastikan pilihan makanan yang dijual mengandung vitamin penting. Program healthy canteen bisa menjadi langkah awal.
Edukasi juga bisa dikemas dalam bentuk lomba antar kelas, seperti membuat poster vitamin, drama edukatif, atau kampanye makan sayur. Dengan pendekatan yang fun dan partisipatif, siswa akan lebih mudah memahami dan mengingat pentingnya vitamin.
Apalagi, di era media sosial, siswa sangat responsif terhadap konten visual. Bayangkan jika satu sekolah membuat kampanye “Vitamin Sehari Satu Post” yang dijalankan oleh siswa sendiri. Edukasi jadi viral, dan siswa bisa menjadi agen perubahan di rumah masing-masing.
Tantangan dan Harapan untuk Literasi Vitamin di Kalangan Siswa
Tentu saja, membangun literasi vitamin di sekolah bukan tanpa tantangan. Salah satu yang paling nyata adalah minimnya perhatian dari orang tua. Banyak keluarga yang masih melihat makanan dari segi kenyang, bukan kandungan gizinya. Nasi dan mi instan cukup, asal perut terisi.
Masalah lainnya adalah kurangnya pelatihan guru tentang gizi. Banyak guru IPA yang hanya mengikuti kurikulum buku, tanpa mengembangkan pemahaman mendalam tentang nutrisi.
Namun, harapan tetap ada. Pemerintah dan komunitas kesehatan sudah mulai menggulirkan program-program edukatif di sekolah. Beberapa aplikasi edukasi juga mulai dirancang untuk mengenalkan vitamin dan gizi kepada anak-anak secara interaktif.
Di luar itu, kita juga perlu mendorong budaya makan sehat sejak dini. Misalnya, memberi apresiasi kepada anak yang membawa bekal sehat ke sekolah. Atau menyiapkan program “menu vitamin minggu ini” di kantin sekolah.
Satu hal yang perlu diingat, literasi vitamin tidak hanya menyangkut teori di kepala. Ia harus menyentuh pola makan, kebiasaan belanja, hingga cara berpikir kritis tentang kesehatan. Dan semua itu bisa dimulai dari ruang kelas sederhana, dengan guru yang peduli dan siswa yang penasaran.
Penutup: Pengetahuan Vitamin adalah Investasi Masa Depan
Vitamin mungkin kecil, tapi dampaknya besar. Di tangan anak-anak sekolah, pengetahuan tentang vitamin bukan sekadar materi pelajaran, tapi bekal hidup sehat jangka panjang. Ia bisa mencegah penyakit, meningkatkan kualitas belajar, dan membentuk generasi yang lebih sadar akan tubuhnya sendiri.
Sekolah sebagai institusi pendidikan punya tanggung jawab besar untuk menanamkan pemahaman ini. Guru sebagai fasilitator, orang tua sebagai pendukung, dan siswa sebagai pelaku utama.
Jika hari ini kita mengajarkan pentingnya vitamin kepada anak-anak, mungkin 10 atau 20 tahun lagi kita akan melihat generasi muda yang lebih sehat, lebih cerdas, dan lebih tangguh menghadapi tantangan zaman.
Karena, seperti kata pepatah lama yang kini kembali relevan: mencegah lebih baik daripada mengobati. Dan semua itu bisa dimulai dengan satu langkah kecil: mengenal vitamin, memahami manfaatnya, dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.]
Baca Juga Konten Dengan Artikel Terkait Tentang: Pengetahuan
Baca Juga Artikel Dari: E-Learning Siswa: Transformasi Cara Belajar Generasi Digital
Kunjungi Website Resmi: inca hospital