Literasi Finansial, Pagi itu duduk di sebuah kelas SMA di pinggiran Bandung. Guru ekonomi sedang menjelaskan soal inflasi. Di pojok kelas, seorang murid mengangkat tangan dan bertanya, “Bu, kalau gaji UMR nggak naik-naik tapi harga naik terus, kita hidup pakai apa?”
Seketika ruangan hening.
Pertanyaan itu bukan datang dari buku teks. Itu datang dari pengalaman. Dari rumah-rumah yang hidup pas-pasan. Dari orang tua yang harus ngutang buat bayar listrik. Dan ya, dari kenyataan bahwa banyak dari kita tumbuh tanpa pengetahuan dasar soal keuangan.
Itulah titik saya sadar: literasi finansial bukan tambahan. Bukan topik eksklusif anak bisnis. Tapi bekal hidup semua orang — dan sekolah adalah tempat ideal untuk mulai.
Ketika Uang Jadi Masalah Seumur Hidup, Mengapa Kita Tak Pernah Diajar?
Apa Itu Literasi Finansial dan Mengapa Penting Banget Buat Anak Sekolah?
Literasi finansial bukan hanya tentang bisa menabung atau ngerti saham. Itu soal:
- Mengelola uang harian
- Bikin anggaran realistis
- Ngerti bunga pinjaman dan utang
- Paham nilai waktu dari uang
- Tahu risiko & cara melindungi diri secara finansial
Fakta mengejutkan? Survei OJK (2022) menunjukkan indeks literasi keuangan Indonesia baru di angka 49,68%. Artinya, lebih dari separuh penduduk Indonesia belum melek keuangan.
Kalau kita ajarkan literasi finansial sejak sekolah, dampaknya luar biasa:
- Anak nggak gampang ketipu skema ponzi atau investasi bodong
- Tahu cara nabung buat kuliah, usaha, atau bahkan pensiun
- Nggak gampang tergoda beli barang konsumtif pakai paylater tanpa pikir panjang
Masalahnya, selama ini sistem pendidikan kita terlalu fokus pada kognitif — nilai ujian, hafalan, dan soal pilihan ganda. Padahal, hidup jauh lebih rumit dari itu.
Cerita Nyata: Ketika Literasi Finansial Mengubah Jalan Hidup
Saya pernah ketemu Desi, siswi SMK di Yogyakarta yang ikut program literasi keuangan dari salah satu bank BUMN. Dia cerita gimana awalnya cuma nyimpen uang receh di celengan, lalu belajar bikin anggaran mingguan, hingga akhirnya bisa bantu modalin usaha online kecil-kecilan bareng ibunya.
“Dulu tiap dapat uang jajan langsung habis buat jajan boba. Sekarang nggak, Kak. Aku bikin target. Ada yang buat nabung, ada buat infak juga,” katanya bangga.
Cerita lain datang dari Rafi, siswa kelas 12 yang bikin konten edukasi soal keuangan di TikTok. “Aku sering ngeliat teman boros banget. Aku bikin konten biar teman-teman bisa ngerti pentingnya hemat dan mikir jangka panjang. Ternyata banyak yang relate.”
Dari cerita-cerita ini kita bisa lihat: literasi finansial bikin anak punya kendali atas hidupnya. Mereka belajar berpikir, merencanakan, dan menunda kesenangan demi tujuan jangka panjang.
Strategi Membumikan Literasi Finansial di Sekolah
Jadi, bagaimana cara memasukkan literasi finansial ke dalam ekosistem sekolah tanpa bikin siswa mumet?
1. Integrasi Lintas Mata Pelajaran Matematika bisa masukin soal konteks pengelolaan uang. Bahasa Indonesia bisa minta siswa bikin esai atau video tentang pengalaman mengatur uang. PPKn bisa bahas etika berutang atau konsumsi bijak.
2. Praktik Harian, Bukan Cuma Teori Misalnya, sekolah bisa kasih proyek bikin “anggaran hidup siswa selama seminggu.” Atau simulasi belanja kebutuhan dengan dana terbatas.
3. Kolaborasi dengan Industri Keuangan Bank, fintech, atau koperasi bisa masuk sebagai mitra untuk workshop atau mentoring. Anak juga belajar langsung dari dunia nyata.
4. Dorong Literasi Finansial Digital Anak sekarang udah sering pakai e-wallet, ShopeePay, OVO, dll. Tapi apakah mereka ngerti cara kerjanya? Pahami konsep digital payment, paylater, bunga, dan risiko.
5. Libatkan Orang Tua Literasi ini bukan tugas sekolah doang. Orang tua perlu dilibatkan lewat sesi sosialisasi atau modul parenting soal keuangan keluarga.
Tantangan dan Miskonsepsi
Tentu ada tantangan. Guru bisa bilang, “Saya nggak ngerti finansial, gimana mau ngajarin?” Tapi sebenarnya kita nggak butuh guru jadi financial planner. Yang dibutuhkan adalah kesadaran dan kemauan untuk belajar bareng siswa.
Miskonsepsi lainnya:
- Literasi finansial itu soal kaya. Salah. Ini soal bertahan dan bijak.
- Anak-anak belum perlu tahu uang. Justru di usia muda, kebiasaan terbentuk.
- Topik ini bikin stres. Nyatanya, justru bisa mengurangi stres karena memberi kontrol.
Untuk mengatasi ini, pelatihan guru, modul interaktif, dan contoh konkrit harus disiapkan. Platform edukasi seperti Zenius, Kelas Pintar, bahkan TikTok bisa jadi kanal penyampai pesan yang efektif.
Penutup: Uang Bukan Segalanya, Tapi Literasi Finansial Bisa Selamatkan Banyak Hal
Kita semua tahu uang bukan segalanya. Tapi kurang paham soal uang bisa bikin segalanya berantakan. Dan sekolah, sebagai tempat belajar hidup, harus jadi garda depan mencetak generasi yang bukan cuma pintar, tapi juga bijak secara finansial.
Bayangkan kalau setiap anak Indonesia bisa lulus sekolah dengan bekal:
- Tahu cara kelola uang
- Nggak takut bilang “nggak punya” tanpa malu
- Paham hak dan risiko saat bertransaksi digital
Itu bukan utopia. Itu langkah konkret yang bisa mulai dari ruang kelas, dari sekarang.
Baca Juga Artikel dari: Reaksi Redoks : Penjelasan Santai tapi Lengkap dari Pengalaman Pribadi
Baca Juga Konten dengan Artikel Terkait Tentang: Pengetahuan