Lesson Study

Lesson Study: Metode Kolaboratif Cara Guru Mengajar dan Belajar

Lesson Study, Pernahkah kamu membayangkan seorang guru duduk di sudut kelas, mengamati temannya mengajar, sambil mencatat dengan penuh perhatian?

Itu bukan inspeksi. Itu bukan ujian. Itu adalah bagian dari proses yang disebut Lesson Study.

Saya masih ingat obrolan dengan Bu Yani, guru matematika SMP di Bandung. “Dulu, saya merasa sendirian di kelas. Kalau murid susah paham, saya koreksi sendiri. Tapi sejak ikut Lesson Study, saya sadar: mengajar itu bukan kerja individu. Ini kerja tim.”

Lesson Study hadir sebagai jawaban atas masalah klasik di dunia pendidikan: bagaimana membuat guru terus berkembang, bukan hanya secara administratif, tapi secara pedagogik dan profesional.

Apa Itu Lesson Study? Sejarah Singkat dan Filosofi Intinya

Lesson Study

Lesson Study berasal dari Jepang, dikenal dengan istilah “jugyō kenkyū” yang berarti “studi terhadap pembelajaran.” Konsep ini sudah ada sejak era Meiji, tapi baru menyebar ke dunia barat dan Asia Tenggara pada akhir 1990-an.

Di Indonesia, Lesson Study mulai diperkenalkan sekitar 2005 oleh beberapa universitas seperti Inca Berita dan UNY, bekerja sama dengan JICA (Japan International Cooperation Agency).

Inti dari Lesson Study:

  1. Kolaborasi antar guru

  2. Perencanaan pembelajaran secara bersama

  3. Observasi nyata saat pengajaran berlangsung

  4. Refleksi mendalam setelah pelajaran

Berbeda dengan pelatihan guru yang bersifat satu arah, Lesson Study justru mendorong dialog horizontal antar guru. Tidak ada “yang lebih pintar”, yang ada adalah belajar bersama, saling memberi umpan balik.

Langkah-Langkah Lesson Study: Lebih dari Sekadar Observasi

Biar tidak terdengar terlalu teoretis, mari kita uraikan alur Lesson Study dengan bahasa sehari-hari. Biasanya terbagi dalam 3 tahap besar:

1. Plan (Merancang Bersama)

Guru-guru duduk bersama, memilih topik pembelajaran yang ingin mereka eksplorasi. Mereka kemudian menyusun RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) secara kolaboratif. Diskusinya dalam: mulai dari tujuan belajar, jenis soal yang memicu berpikir kritis, sampai kemungkinan kesulitan siswa.

2. Do (Mengajar & Mengamati)

Satu guru mengajar di kelas nyata, dengan guru lain hadir sebagai pengamat. Fokus pengamat bukan pada gurunya, tapi pada respons siswa: bagaimana mereka menjawab, bertanya, bingung, atau justru kreatif menyiasati soal.

Contohnya, saat pembelajaran matematika, salah satu siswa menyelesaikan soal dengan cara unik. Pengamat mencatat itu. Dalam Lesson Study, momen semacam ini sangat berharga.

3. See (Refleksi)

Inilah bagian paling penting. Semua guru kembali berkumpul untuk membedah proses pengajaran. Diskusi bisa hangat, penuh debat, bahkan emosional. Tapi semuanya dilakukan dengan satu tujuan: perbaikan.

Refleksi tidak hanya membahas teknik mengajar, tapi juga filosofi pembelajaran: apakah siswa aktif? Apakah mereka belajar dengan makna?

Mengapa Lesson Study Relevan di Era Kurikulum Merdeka?

Kurikulum Merdeka menekankan pembelajaran berdiferensiasi, profil pelajar Pancasila, dan proyek berbasis konteks nyata. Ini bukan hal yang bisa dikuasai dalam sekali baca modul. Guru perlu ruang refleksi yang berkelanjutan.

Di sinilah Lesson Study masuk sebagai jembatan.

Kenapa cocok banget?

  • Fleksibel dan kontekstual. Setiap sekolah bisa mengadaptasi Study sesuai kebutuhan.

  • Menguatkan komunitas belajar guru. Study mendorong guru jadi reflective practitioner.

  • Berbasis data nyata. Refleksi tidak didasarkan pada asumsi, tapi pada fakta lapangan: respon siswa di kelas.

Banyak sekolah perintis Kurikulum Merdeka kini mengintegrasikan Lesson Study dalam komunitas belajar mereka. Bukan hanya untuk guru, tapi juga untuk kepala sekolah dan pengawas.

Kisah Nyata: Perubahan Kecil yang Berdampak Besar

Lesson Study

Saya ingin bercerita tentang SMPN 4 Sleman. Sekolah ini bukan sekolah “unggulan” secara administratif. Tapi mereka aktif menjalankan Study sejak 2018.

Salah satu topik yang mereka angkat adalah pembelajaran IPA tentang daur air. Saat pertemuan refleksi, guru menyadari bahwa sebagian besar siswa hanya menghafal tahapannya. Tidak ada pemahaman tentang mengapa air tanah penting, atau apa dampak polusi terhadap air hujan.

Setelah revisi bersama, mereka menyisipkan proyek sederhana: membuat alat penyaring air mini dari bahan bekas. Siswa antusias. Mereka tidak sekadar “belajar IPA”, mereka belajar berpikir kritis dan kreatif.

Hasilnya? Bukan hanya nilai ujian yang naik, tapi juga semangat siswa di kelas meningkat signifikan. Guru-guru di sana bilang, “Dulu kami fokus menyampaikan materi. Sekarang kami fokus menciptakan pengalaman belajar.”

Penutup: Lesson Study Bukan Sekadar Metode, Tapi Budaya

Lesson Study mengingatkan kita bahwa mengajar adalah proses belajar yang tidak pernah selesai.

Ia mengajak guru untuk rendah hati, membuka diri, dan melihat kelas bukan sebagai tempat “transfer ilmu,” tapi sebagai laboratorium interaksi manusia: penuh dinamika, kesalahan, kejutan, dan pembelajaran dua arah.

Di era pendidikan yang makin kompleks, Lesson bukan solusi tunggal. Tapi ia adalah langkah penting menuju ekosistem pendidikan yang lebih reflektif, kolaboratif, dan manusiawi.

Baca Juga Artikel dari: Membongkar Rahasia Prestasi Sekolah: Antara Nilai dan Mentalitas

Baca Juga Konten dengan Artikel Terkait  Tentang: Pengetahuan

Author