Waktu SMA, saya udah suka banget gambar. Tapi bukan gambar anime atau fan art, saya lebih senang menggambar gedung, jembatan, bahkan kamar impian saya sendiri. Suatu hari, guru seni saya bilang, “Kalau kamu suka menggambar dan berpikir logis, coba pertimbangkan jurusan arsitektur.” Dari situ saya mulai cari tahu.
Saat saya bilang ke orang rumah bahwa saya pengin masuk arsitektur, reaksi mereka antara bangga dan khawatir. “Nggak berat ya kuliahnya?” atau “Kamu siap begadang tiap minggu?” Tapi karena udah cinta duluan, saya nekat daftar. Dan ternyata… semua yang mereka bilang, benar adanya.
Tapi meskipun capek, penuh revisi, dan kadang bikin stres, saya nggak pernah menyesal masuk arsitektur. Karena di jurusan ini, saya ketemu passion saya yang sesungguhnya: merancang ruang yang bisa berdampak nyata buat orang lain.
Apa Itu Jurusan Arsitektur? (Versi yang Bukan di Brosur Kampus)
Secara formal, jurusan arsitektur itu adalah bidang studi yang menggabungkan seni, sains, dan teknik untuk merancang bangunan dan ruang. Tapi kenyataannya, kuliah arsitektur bukan cuma soal desain gedung.
Kita belajar:
-
Sejarah arsitektur (dari zaman Yunani sampai kontemporer)
-
Ilmu struktur dan material
-
Sketsa manual dan digital
-
Teori ruang dan fungsi
-
Software seperti AutoCAD, SketchUp, Revit, dan sejenisnya
-
Studio desain (tempat semua mimpi dan stres berkumpul)
-
Etika dan tanggung jawab sosial arsitek
Bisa dibilang, kuliah arsitektur itu multidisiplin. Kamu dituntut kreatif, logis, peka sosial, dan tahan banting.
Realita Studio: Di Sini Kita Ditempa
Studio adalah “jantung” kuliah arsitektur. Ini tempat kita kerja kelompok, bikin model, sketsa konsep, dan diskusi desain sampai pagi. Nggak jarang saya baru keluar studio jam 5 pagi, langsung lanjut kuliah jam 7. Bahkan ada istilah umum di dunia arsitektur: “sleep is for the weak.”
Tapi anehnya, saya suka. Karena studio bukan cuma tempat kerja, tapi juga ruang belajar yang sebenarnya. Di sana saya banyak belajar dari teman, senior, bahkan satpam yang jadi saksi bisu perjuangan kami.
Saya ingat tugas pertama saya: membuat desain rumah tinggal dua lantai dengan konsep “tropis kontemporer”. Hasil sketsanya? Jelek. Model maketnya? Hancur di tengah jalan karena kena hujan. Tapi setelah revisi 3 kali, saya akhirnya dapat A. Dan itu jadi titik balik saya percaya diri sebagai calon arsitek.
Begadang: Budaya atau Kebutuhan?
Satu hal yang nggak bisa dipisahkan dari jurusan arsitektur adalah begadang. Saya dulu pikir ini cuma mitos. Tapi ternyata, siklus tidur saya benar-benar berubah. Ada malam-malam di mana saya kerja dari jam 9 malam sampai jam 6 pagi buat nyelesain rendering dan presentasi pengetahuan.
Tapi, saya juga belajar bahwa manajemen waktu itu penting banget. Teman-teman yang pintar membagi waktu bisa tetap tidur cukup dan tetap perform di kelas. Jadi, sebenarnya bukan jurusannya yang bikin begadang, tapi caranya kita mengatur pekerjaan.
Dan ya, kopi jadi sahabat sejati. Saya sempat langganan cold brew tiap minggu cuma biar bisa tahan bikin maket semalaman.
Skill yang Saya Dapat dari Arsitektur (Lebih dari Sekadar Gambar)
-
Berpikir kritis dan analitis – setiap desain harus punya alasan.
-
Public speaking – setiap minggu presentasi di depan dosen dan teman.
-
Teamwork dan leadership – proyek besar biasanya kerja kelompok.
-
Teknologi desain digital – dari AutoCAD sampai 3ds Max, bahkan AI sekarang mulai dipakai.
-
Empati sosial – desain bukan soal gaya, tapi solusi untuk manusia dan lingkungan.
Banyak alumni arsitektur bahkan sukses di bidang lain karena skill ini transferable. Ada yang jadi UI/UX designer, desainer interior, konsultan properti, bahkan pebisnis.
Tekanan dan Revisi: Bagian dari Proses
Yang harus kamu tahu: revisi adalah bagian dari kehidupan arsitektur. Dan kadang, revisi itu menyakitkan. Pernah saya habiskan seminggu buat desain rumah susun, lalu dosen bilang, “Kamu ngedesain ini cuma buat mata, tapi bukan buat manusia.” Hancur rasanya.
Tapi setelah diskusi, saya sadar apa yang dia maksud. Saya terlalu fokus di bentuk visual, padahal aspek fungsinya kacau. Sejak itu saya mulai melihat desain bukan cuma soal estetika, tapi soal kebermanfaatan.
Sisi Kreatif yang Tidak Dibahas di Katalog Kampus
Arsitektur memberi ruang bagi kreativitas, tapi juga batasan. Kamu bebas berimajinasi, tapi harus tetap sesuai regulasi, struktur bangunan, dan konteks lingkungan.
Tapi di sinilah seninya. Bikin desain yang fungsional, aman, dan tetap cantik itu tantangan besar. Saya belajar bikin ruang yang bisa “bicara”—yang nggak sekadar cantik, tapi juga mengundang interaksi, memberi rasa aman, dan nyaman digunakan.
Salah satu proyek favorit saya adalah merancang perpustakaan komunitas di area padat penduduk. Saya pakai material bekas, sistem ventilasi silang, dan ruang terbuka yang bisa difungsikan sebagai tempat diskusi malam hari. Dosen bilang, “Ini desain paling membumi yang pernah kamu buat.” Dan saya nggak akan lupa momen itu.
Teknologi dalam Dunia Arsitektur Sekarang
Teknologi makin mendominasi dunia arsitektur. Sekarang, hampir semua desain pakai BIM (Building Information Modeling), rendering real-time, bahkan VR untuk presentasi desain.
Saya juga sempat coba pakai AI tools seperti Midjourney dan DALL·E buat eksplorasi ide konsep. Meskipun nggak bisa dipakai mentah-mentah, tapi sangat membantu saat butuh visual inspiratif dengan cepat. Bahkan beberapa arsitek besar seperti Bjarke Ingels Group juga sudah mulai eksperimen desain kolaboratif manusia-AI.
Peluang Karier Setelah Lulus Arsitektur
Lulus dari arsitektur bukan berarti harus jadi arsitek konvensional. Banyak banget jalur yang bisa diambil:
-
Arsitek profesional
-
Desainer interior
-
Urban planner
-
Konsultan lingkungan
-
Dosen atau peneliti
-
Visualisasi arsitektur dan rendering 3D
-
UI/UX designer
-
Kontraktor atau pengembang properti
-
Wirausahawan desain dan kreatif
Saya punya teman yang sekarang bikin startup desain rumah custom secara digital di Inca Residence. Ada juga yang kerja di luar negeri karena kemampuan desainnya luar biasa dan portofolionya rapi banget.
Tips Buat Kamu yang Mau Masuk Jurusan Arsitektur
-
Asah kemampuan gambar tangan dan digital sejak awal
-
Rajin observasi ruang sekitar: mall, taman, stasiun, rumah teman
-
Jangan takut kritik, jadikan itu bahan belajar
-
Bangun portofolio sedini mungkin
-
Belajar manajemen waktu dan energi
-
Terbuka dengan kolaborasi dan diskusi
-
Tumbuhkan empati—karena desain adalah untuk manusia
Kalau kamu cuma suka “gambar bangunan cantik”, kamu akan cepat stres. Tapi kalau kamu tertarik bikin ruang yang berdampak, kamu akan betah di sini.
Penutup: Arsitektur Bukan Sekadar Jurusan, Tapi Cara Pandang
Buat saya, arsitektur lebih dari sekadar jurusan kuliah. Ini adalah cara saya memahami dunia. Sejak masuk arsitektur, saya nggak bisa lihat ruang kosong tanpa membayangkan potensi desainnya. Saya jadi lebih peka terhadap bentuk, fungsi, dan emosi yang dibangun oleh ruang.
Dan meskipun saya masih sering begadang, masih kena revisi, dan kadang frustasi, saya tahu saya ada di tempat yang tepat. Karena setiap ide yang saya tuangkan di atas kertas bisa berubah jadi sesuatu yang nyata—sesuatu yang bisa dilihat, disentuh, dan dirasakan oleh banyak orang.
Kalau kamu punya passion yang sama, jangan ragu. Arsitektur bukan jalan yang mudah, tapi percayalah: jalan ini penuh makna.
Cari tahu tentang bangun datar paling unik yaitu segitiga dengan pakai: Teorema Pythagoras: Cara Cepat Cari Panjang Sisi Segitiga