Agresi Militer Belanda II

Agresi Militer Belanda II: Serangan Menyebabkan Banyak Korban

Agresi Militer Belanda II adalah salah satu serangan terbesar yang dilakukan Belanda untuk merebut kembali Indonesia setelah Proklamasi Kemerdekaan. Pada 19 Desember 1948, Belanda melancarkan serangan mendadak ke Yogyakarta, yang saat itu menjadi ibu kota Republik Indonesia.

Serangan ini menyebabkan jatuhnya Yogyakarta ke tangan Belanda, serta penangkapan para pemimpin utama Republik Indonesia, termasuk Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta, dan Perdana Menteri Sutan Sjahrir. Meskipun demikian, rakyat Indonesia tidak menyerah. Sebaliknya, perlawanan semakin kuat, dan pada akhirnya, Belanda terpaksa mengakui kedaulatan Indonesia pada tahun 1949.

Artikel ini akan membahas latar belakang agresi, jalannya serangan, dampaknya bagi Indonesia, serta bagaimana rakyat dan TNI bangkit melawan Belanda hingga akhirnya meraih kemenangan diplomasi.

Latar Belakang Agresi Militer Belanda II

Latar Belakang Agresi Militer Belanda II

1. Kegagalan Belanda dalam Agresi Militer Belanda I (1947)

  • Agresi Militer Belanda I (1947) gagal mencapai tujuan utama, yaitu menghancurkan Republik Indonesia.
  • Belanda terpaksa berunding dengan Indonesia, yang menghasilkan Perjanjian Renville pada 17 Januari 1948.
  • Dalam perjanjian ini, Indonesia harus menarik mundur pasukannya dari wilayah yang telah dikuasai Belanda, yang menyebabkan posisi militer Indonesia melemah.

2. Keinginan Belanda untuk Menghancurkan Republik Indonesia

  • Belanda merasa bahwa Indonesia masih menjadi ancaman terhadap upaya mereka menguasai kembali Nusantara.
  • Pemerintah Belanda ingin menyingkirkan Soekarno dan pemimpin Republik Indonesia, dengan harapan bahwa tanpa mereka, perlawanan rakyat akan melemah.
  • Belanda ingin mendirikan Negara Indonesia Serikat (NIS) yang lebih mudah dikendalikan.

3. Munculnya Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)

  • Pemerintah Indonesia sudah menduga bahwa Belanda akan kembali menyerang.
  • Oleh karena itu, Syafruddin Prawiranegara ditunjuk untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi, Sumatra Barat jika terjadi pengetahuan serangan terhadap Yogyakarta.
  • Keputusan ini membantu kelangsungan pemerintahan Indonesia meskipun ibu kota jatuh ke tangan Belanda.

Jalannya Agresi Militer Belanda II (19 Desember 1948)

1. Serangan Kejut ke Yogyakarta Agresi Militer Belanda II

  • Pada pagi hari 19 Desember 1948, Belanda melancarkan serangan mendadak ke Yogyakarta.
  • Belanda menggunakan pesawat tempur dan pasukan terjun payung untuk merebut kota dengan cepat.
  • Serangan ini berlangsung hanya dalam hitungan jam, dan pasukan Belanda berhasil menguasai Yogyakarta pada hari yang sama.

2. Penangkapan Pemimpin Republik Indonesia

  • Setelah menduduki Yogyakarta, Belanda menangkap Soekarno, Hatta, Sjahrir, dan beberapa pejabat lainnya.
  • Para pemimpin ini kemudian diasingkan ke Pulau Bangka untuk mengurangi pengaruh mereka terhadap perjuangan rakyat.

3. Perlawanan Rakyat dan TNI

Meskipun Belanda berhasil menduduki ibu kota, perlawanan rakyat dan TNI tidak berhenti.

  • Jenderal Soedirman, yang saat itu sedang sakit, tetap memimpin perang gerilya dengan pasukan TNI.
  • Pasukan gerilya menggunakan taktik hit and run untuk melemahkan posisi Belanda.
  • Rakyat turut serta dalam perang gerilya, dengan melakukan sabotase dan memberikan dukungan logistik kepada pasukan Indonesia.

Suka bermain game? Cek juga https://teckknow.com untuk tahu update game terlengkap 2025!

Dampak Agresi Militer Belanda II

Agresmi Militer Belanda II, Pemicunya adalah Perjanjian Renville -  Pontianak Post

1. Banyaknya Korban Jiwa Agresi Militer Belanda II

  • Agresi ini menyebabkan ribuan korban jiwa dari kalangan rakyat dan pejuang Indonesia.
  • Belanda menindak keras pejuang yang tertangkap, termasuk melakukan eksekusi tanpa pengadilan.
  • Beberapa peristiwa pembantaian terjadi, seperti Pembantaian Rawagede, di mana lebih dari 400 warga sipil dibunuh oleh Belanda.

2. Semakin Kuatnya Semangat Perlawanan Rakyat

  • Alih-alih melemahkan Indonesia, agresi ini justru membakar semangat perlawanan rakyat.
  • TNI semakin kuat dalam perang gerilya, yang membuat Belanda kesulitan mengendalikan wilayah yang telah mereka duduki.
  • Rakyat semakin mendukung perjuangan kemerdekaan, karena mereka melihat sendiri kekejaman Belanda.

3. Kemenangan Indonesia dalam Diplomasi Agresi Militer Belanda II

  • Serangan ini mendapat kecaman dari dunia internasional.
  • Amerika Serikat dan PBB menekan Belanda untuk menghentikan agresi dan segera berunding.
  • Akhirnya, pada 7 Mei 1949, Indonesia dan Belanda menandatangani Perjanjian Roem-Roijen, yang memerintahkan Belanda untuk mundur dari Yogyakarta.
  • Pada 27 Desember 1949, Belanda akhirnya mengakui kedaulatan Indonesia melalui Konferensi Meja Bundar (KMB).

Peran Serangan Umum 1 Maret 1949

  • Pada 1 Maret 1949, pasukan Indonesia melancarkan Serangan Umum terhadap Yogyakarta yang berhasil merebut kota selama 6 jam.
  • Serangan ini menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia masih memiliki kekuatan militer dan rakyat tetap mendukung kemerdekaan.
  • Keberhasilan ini memperkuat posisi Indonesia dalam perundingan dengan Belanda.

Kesimpulan

Agresi Militer Belanda II adalah bukti bahwa Belanda masih berusaha menguasai Indonesia dengan cara kekerasan. Namun, meskipun mereka berhasil merebut Yogyakarta dan menangkap pemimpin Republik Indonesia, perlawanan rakyat tidak berhenti.

Berkat strategi perang gerilya yang dipimpin oleh Jenderal Soedirman dan dukungan penuh dari rakyat, Belanda akhirnya dipaksa untuk mengakui kedaulatan Indonesia pada tahun 1949.

Peristiwa ini menjadi bukti kegigihan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan, serta pentingnya perlawanan diplomasi dalam perjuangan nasional.

Baca juga artikel berikut: Peristiwa 3 Juli 1946: Upaya Makar di Pemerintahan Soekarno

Author