Jakarta, incaschool.sch.id – Waktu SMA, saya pernah mendengar teman bilang, “Enak banget anak pariwisata, kerjaannya piknik mulu.” Dan jujur saja, saya ikut mengangguk waktu itu. Tapi, setelah ngobrol dengan alumni jurusan pariwisata yang sekarang jadi guide profesional, saya sadar: kami semua salah paham besar.
Ilmu pariwisata bukan soal jalan-jalan.
Ini soal merancang pengalaman. Soal memahami budaya, mengelola logistik, menjalin komunikasi antarbangsa, sampai menjaga keberlanjutan lingkungan dan ekonomi lokal. Kompleks? Banget. Tapi menyenangkan, dan sangat strategis.
Di Indonesia sendiri, pendidikan pariwisata mulai masuk sekolah menengah kejuruan (SMK) lewat jurusan Usaha Perjalanan Wisata (UPW), Akomodasi Perhotelan, hingga Tata Boga dan Tata Busana. Di perguruan tinggi, ada jurusan Ilmu Pariwisata, Destinasi Pariwisata, hingga Ekowisata.
Yang menarik, sekarang banyak sekolah umum mulai mengintegrasikan pengetahuan tentang wisata dan budaya dalam pelajaran IPS, geografi, hingga seni budaya. Bahkan beberapa SMA dan SMP sudah punya program studi tur, kunjungan museum, dan proyek budaya yang terstruktur.
Jadi, dari sekolah pun kita bisa mulai menanamkan pemahaman bahwa wisata bukan cuma aktivitas rekreasi, tapi bisa jadi ilmu, karier, dan masa depan.
Apa Itu Ilmu Pariwisata? Lebih dari Sekadar Rute Perjalanan dan Paket Tour
Mari kita luruskan dulu: ilmu pariwisata adalah ilmu interdisipliner. Ia menggabungkan banyak bidang—geografi, antropologi, ekonomi, manajemen, bahasa, hingga ilmu lingkungan. Tujuannya? Mengkaji dan mengembangkan dunia perjalanan dan rekreasi secara berkelanjutan.
Menurut UNWTO (Organisasi Pariwisata Dunia), pariwisata mencakup semua kegiatan orang yang melakukan perjalanan ke dan tinggal di tempat di luar lingkungan biasa mereka, untuk tidak lebih dari satu tahun, untuk tujuan liburan, bisnis, atau lainnya.
Dan ilmu pariwisata mempelajari hal-hal seperti:
-
Manajemen destinasi: bagaimana mengelola tempat wisata agar tetap menarik, aman, dan lestari.
-
Perilaku wisatawan: kenapa orang suka jalan-jalan? Apa yang mereka cari? Bagaimana pola konsumsi mereka?
-
Ekonomi pariwisata: kontribusi sektor wisata terhadap PDB, lapangan kerja, dan UMKM.
-
Hospitality (keramahtamahan): pelayanan hotel, restoran, dan sektor pendukung lainnya.
-
Budaya dan keberagaman: bagaimana wisata bisa jadi sarana edukasi lintas budaya?
-
Sustainable tourism: bagaimana membuat wisata yang tidak merusak lingkungan dan sosial setempat?
Anekdot menarik: di Yogyakarta, ada satu desa wisata yang dikelola oleh anak-anak muda lulusan jurusan pariwisata SMK. Mereka belajar dari buku, tapi juga praktek langsung. Mereka mendesain pengalaman tracking sambil menjelaskan sejarah lokal dan memberi pelatihan masak kuliner khas. Inilah hasil nyata pendidikan wisata yang terencana.
Pentingnya Ilmu Pariwisata Diajarkan Sejak Sekolah: Investasi Soft Skill dan Masa Depan
Di era sekarang, pariwisata bukan lagi kegiatan mewah. Ia sudah menjadi industri global yang menyumbang lebih dari 10% terhadap ekonomi dunia. Maka logis kalau pengetahuan tentang wisata perlu ditanamkan sejak sekolah.
Tapi kenapa penting? Ini beberapa alasannya:
1. Meningkatkan Soft Skill
Pelajar yang belajar pariwisata otomatis diasah kemampuan:
-
Komunikasi (verbal & non-verbal)
-
Public speaking
-
Hospitality dan empati
-
Bahasa asing
-
Manajemen waktu dan situasi darurat
Bayangin siswa SMP yang sudah dilatih jadi “pemandu lokal” saat field trip ke museum. Selain belajar sejarah, mereka juga belajar menjelaskan, menyapa, dan menyampaikan informasi dengan jelas. Itu soft skill mahal yang dibutuhkan dunia kerja.
2. Membuka Wawasan Lintas Budaya
Ilmu pariwisata mengenalkan budaya daerah lain, adat istiadat, kuliner, dan bahkan perbedaan nilai sosial. Ini penting di era global, di mana keberagaman bukan untuk ditakuti, tapi dipelajari dan dihargai.
3. Membentuk Karakter Cinta Tanah Air
Melalui wisata lokal dan edukasi budaya, siswa jadi lebih menghargai warisan budaya dan alam. Mereka jadi tahu bahwa menjaga lingkungan dan budaya itu bukan tanggung jawab pemerintah saja, tapi juga warga muda.
4. Persiapan Karier
Banyak siswa SMK Pariwisata yang langsung bekerja di hotel, restoran, biro travel, atau bahkan membuka usaha sendiri setelah lulus. Bahkan, beberapa sekolah menyiapkan sertifikasi kompetensi internasional sejak awal.
Belajar Wisata Lewat Sekolah: Praktik Nyata di Lapangan, Bukan Cuma Teori
Salah satu kelebihan belajar ilmu pariwisata adalah: belajar sambil praktek langsung. Ini bukan jurusan yang hanya mengandalkan hafalan. Ini jurusan yang menyentuh langsung realita dan tantangan sosial.
Contoh Kegiatan di Sekolah:
-
Simulasi check-in hotel: siswa praktik jadi resepsionis dan tamu
-
Pemanduan wisata lokal: siswa jadi guide ke tempat bersejarah di sekitar sekolah
-
Study tour yang berbasis riset: siswa tidak cuma main, tapi mengamati dan membuat laporan tentang tempat yang dikunjungi
-
Praktik tata boga: bikin makanan khas daerah, sambil belajar penyajian dan sejarahnya
-
Praktik komunikasi lintas budaya: menggunakan bahasa Inggris atau lokal dalam presentasi wisata
Di beberapa SMK unggulan, siswa juga diajarkan membuat itinerary, menghitung budgeting paket wisata, bahkan menggunakan aplikasi seperti Amadeus (untuk booking tiket dan hotel).
Dan yang luar biasa? Banyak dari mereka yang, meski masih pelajar, sudah bisa bekerja sebagai tour assistant saat musim liburan. Sekolah pun mendukung lewat kerja sama dengan hotel, travel agent, dan dinas pariwisata lokal.
Tantangan dan Masa Depan Ilmu Pariwisata: Harus Adaptif di Era Digital dan Krisis Global
Namun, tentu tidak semua berjalan mulus. Dunia pariwisata juga dihantam krisis—paling nyata tentu saat pandemi COVID-19. Sekolah dan kampus jurusan pariwisata sempat terhenti total kegiatannya. Tapi dari situ, muncul kesadaran: ilmu pariwisata juga harus adaptif.
Tantangan yang Dihadapi:
-
Digitalisasi: wisata virtual, promosi via media sosial, booking online—all in English. Siswa harus bisa adaptasi.
-
Krisis global: seperti pandemi, bencana, hingga isu keamanan. Semua butuh manajemen krisis.
-
Keberlanjutan: wisata jangan cuma fokus ekonomi, tapi juga keberlangsungan budaya dan lingkungan.
-
Kompetisi kerja: dengan teknologi dan AI, profesi di dunia wisata harus lebih kreatif dan personal.
Solusinya?
-
Integrasi teknologi dalam pembelajaran: ajarkan siswa bikin konten wisata digital, edit video, atau bahkan jadi “travel influencer” lokal.
-
Fokus pada wisata berbasis komunitas (community-based tourism): melibatkan warga lokal sebagai bagian dari pengalaman.
-
Kurikulum yang relevan: update materi agar selaras Inca Travel dengan tren industri.
-
Kemitraan lintas sektor: sekolah bermitra dengan UMKM, hotel, dan lembaga pemerintah untuk real case learning.
Karena masa depan pariwisata tidak hanya soal liburan, tapi tentang menghubungkan manusia, budaya, dan bumi dengan cara yang bertanggung jawab.
Penutup: Ilmu Pariwisata Itu Ilmu Masa Depan—Dan Masa Kini
Ketika banyak orang mengira jurusan pariwisata itu cuma “jalan-jalan”, mereka belum melihat sisi dalamnya: sisi yang menghubungkan antara edukasi, budaya, lingkungan, ekonomi, dan bahkan kemanusiaan.
Sekolah yang mengajarkan ilmu pariwisata bukan hanya mencetak pekerja hotel atau pemandu wisata. Mereka sedang mencetak generasi yang paham cara memperkenalkan Indonesia ke dunia, sekaligus menjaga warisan budaya agar tak hilang digerus zaman.
Dan siapa tahu, murid SMP yang hari ini cuma ikut study tour ke Candi Borobudur, 10 tahun lagi jadi manajer destinasi wisata atau pembicara pariwisata berkelanjutan di forum internasional.
Ilmu pariwisata itu bukan soal destinasi. Tapi soal perjalanan—dan kamu bisa mulai dari ruang kelas.
Baca Juga Artikel dari: Banana Experiment Ideas: What You Can Teach Through Ripening (With Mistakes & Genius Tips!)
Baca Juga Konten dengan Artikel Terkait Tentang: Pengetahuan