Perjanjian Linggarjati adalah salah satu perundingan penting antara Indonesia dan Belanda setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Perjanjian ini ditandatangani pada 15 November 1946 dan disahkan pada 25 Maret 1947.
Meskipun awalnya dianggap sebagai langkah menuju perdamaian, perjanjian ini tidak bertahan lama karena Belanda kemudian melanggar kesepakatan dengan melancarkan Agresi Militer Belanda I pada 21 Juli 1947. Peristiwa ini membuktikan bahwa Belanda tidak sepenuhnya berniat memberikan kedaulatan kepada Indonesia.
Artikel ini akan membahas latar belakang, isi perjanjian, jalannya negosiasi, dampak, serta alasan mengapa Perjanjian Linggarjati akhirnya gagal.
Latar Belakang Perjanjian Linggarjati
Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada 17 Agustus 1945, Belanda menolak mengakui kemerdekaan tersebut dan berusaha merebut kembali Indonesia dengan bantuan Sekutu (Inggris). Hal ini memicu berbagai pertempuran di berbagai daerah antara Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan pasukan Belanda.
Untuk meredakan ketegangan dan menghindari konflik berkepanjangan, Inggris mendesak Indonesia dan Belanda untuk berunding. Akhirnya, pada 15 November 1946, kedua pihak bertemu di Linggarjati, sebuah daerah di dekat Cirebon, Jawa Barat.
Beberapa faktor utama yang melatarbelakangi perundingan ini:
1. Tekanan Internasional terhadap Belanda
- Inggris yang saat itu masih berada di Indonesia ingin segera menarik pasukannya, sehingga mereka mendesak Belanda dan Indonesia untuk mencapai kesepakatan.
- Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mulai memberikan perhatian pada konflik di Indonesia dan mendorong penyelesaian damai.
2. Situasi Militer yang Tidak Stabil
- Pasukan Indonesia terus melakukan perlawanan terhadap Belanda, tetapi di sisi lain persenjataan Indonesia masih terbatas.
- Belanda yang memiliki kekuatan militer lebih besar juga mengalami kesulitan dalam mengendalikan wilayah yang luas.
3. Indonesia Berusaha Mendapatkan Pengakuan Internasional
- Pemerintah Republik Indonesia, yang dipimpin oleh Soekarno dan Hatta, melihat perundingan ini sebagai peluang untuk mendapatkan pengakuan internasional terhadap kemerdekaan Indonesia.
- Dengan adanya perjanjian ini, Indonesia berharap dapat menghentikan serangan militer Belanda dan mempertahankan wilayah yang sudah dikuasai.
Dengan latar belakang tersebut, perundingan dimulai pada 11 November 1946 di Linggarjati dan menghasilkan kesepakatan yang dikenal sebagai Perjanjian Linggarjati.
Isi Perjanjian Linggarjati
Dalam perundingan ini, Indonesia diwakili oleh Sutan Sjahrir, sementara Belanda diwakili oleh Prof. Schermerhorn dengan mediasi dari Inggris yang diwakili oleh Lord Killearn.
Hasil dari perundingan ini adalah tiga poin utama:
- Belanda mengakui Republik Indonesia secara de facto dengan wilayah yang meliputi Jawa, Sumatra, dan Madura.
- Indonesia dan Belanda sepakat membentuk negara federasi yang disebut Republik Indonesia Serikat (RIS) sebelum 1 Januari 1949.
- Republik Indonesia Serikat akan menjadi bagian dari Persemakmuran Belanda, dengan hubungan ekonomi dan militer yang masih terikat dengan Belanda.
Dengan kata lain, perjanjian ini memberikan pengakuan de facto kepada Indonesia, tetapi Indonesia belum memperoleh kemerdekaan penuh, karena Belanda masih ingin mempertahankan pengaruhnya.
Reaksi terhadap Perjanjian Linggarjati
Perjanjian ini mendapat reaksi yang beragam dari berbagai pihak:
1. Reaksi dari Indonesia
- Pemerintah Republik Indonesia menerima perjanjian ini, karena dianggap sebagai langkah awal menuju pengakuan kedaulatan.
- Namun, banyak pihak menolak perjanjian ini, terutama dari kelompok nasionalis dan militer, karena dianggap terlalu menguntungkan Belanda.
- Beberapa tokoh pengetahuan seperti Tan Malaka dan kelompok Persatuan Perjuangan menilai bahwa perjanjian ini merugikan Indonesia karena tetap mempertahankan pengaruh Belanda dalam pemerintahan.
2. Reaksi dari Belanda
- Beberapa politisi di Belanda tidak puas dengan perjanjian ini, karena mereka masih ingin menguasai Indonesia sepenuhnya.
- Akhirnya, Belanda melanggar kesepakatan dan kembali melakukan agresi militer.
Karena banyak pihak yang menolak, perjanjian ini menjadi sangat rapuh dan akhirnya tidak bertahan lama.
Gagalnya Perjanjian Linggarjati
Meskipun telah ditandatangani pada 15 November 1946, Belanda melanggar kesepakatan ini dengan melancarkan Agresi Militer Belanda I pada 21 Juli 1947.
Beberapa alasan mengapa perjanjian ini gagal:
1. Belanda Tidak Tulus dalam Berunding di Perjanjian Linggarjati
- Belanda hanya menggunakan perundingan ini sebagai strategi untuk menunda dan menyusun kekuatan militernya.
- Setelah siap, mereka langsung melanggar perjanjian dan menyerang wilayah Indonesia.
2. Ketidakpuasan Kelompok Nasionalis di Indonesia
- Banyak pemimpin Indonesia yang merasa bahwa perjanjian ini hanya memberikan pengakuan terbatas dan tidak sepenuhnya menjamin kemerdekaan Indonesia.
- Beberapa kelompok militer menolak untuk mematuhi perjanjian ini dan tetap melakukan perlawanan terhadap Belanda.
3. Tidak Ada Mekanisme Penegakan Perjanjian
- Perjanjian ini tidak memiliki mekanisme kuat untuk memastikan Belanda mematuhinya.
- Setelah perjanjian ini dilanggar, Indonesia harus kembali ke meja perundingan dalam Perjanjian Renville (1948).
Akhirnya, Perjanjian Linggarjati hanya bertahan beberapa bulan sebelum akhirnya dilanggar oleh Belanda sendiri.
Dampak Perjanjian Linggarjati
Meskipun perjanjian ini gagal, tetap ada beberapa dampak penting bagi Indonesia:
1. Pengakuan De Facto Perjanjian Linggarjati atas Republik Indonesia
- Perjanjian ini tetap menjadi langkah awal dalam perjuangan diplomasi Indonesia, karena Belanda terpaksa mengakui keberadaan Republik Indonesia di Jawa, Sumatra, dan Madura.
2. Meningkatkan Perhatian Dunia terhadap Konflik Indonesia-Belanda
- Dunia internasional mulai melihat bahwa Belanda tidak tulus dalam perundingan dan hanya ingin mempertahankan kolonialismenya.
- Hal ini membuat banyak negara mulai mendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia.
3. Mendorong Perundingan Berikutnya
- Setelah Perjanjian Linggarjati gagal, Indonesia tetap berusaha mencari solusi diplomatik, meskipun harus melalui perjanjian lain seperti Perjanjian Renville (1948) dan Konferensi Meja Bundar (1949).
Kesimpulan
Perjanjian Linggarjati awalnya dianggap sebagai langkah penting dalam perjuangan diplomasi Indonesia, tetapi akhirnya gagal karena Belanda tidak mematuhi kesepakatan.
Perjanjian ini menunjukkan bahwa kemerdekaan tidak bisa hanya diraih melalui diplomasi, tetapi juga melalui perjuangan militer dan dukungan internasional. Meskipun gagal, perjanjian ini tetap menjadi bagian penting dalam perjalanan Indonesia menuju pengakuan kedaulatan penuh pada 27 Desember 1949.
Baca juga artikel berikut: Pengakuan Kedaulatan RI: Akhir Penjajahan Belanda di Indonesia